Gas Air Mata

Demo kemarin 4 November 20166 diberitakan bahwa terjadi tembakan Gas Air Mata. Gas ini menurut dugaaan penulis adalah basa kuat yang sudah diencerkan seperti cairan pembersih keramik atau porselen. Sebab kalau kita menuangkan cairan pembersih porselen di kamar mandi, uapnya terasa pedih di mata dan menggangu pernapasan. Tetapi setelah baca-baca di internet ternyata bukan. Berikut tulisan copas dari https://kimia01.wordpress.com/gas-air-mata/

Gas Air Mata

Sejarah

Gas air mata pertama dimulai dari Paris, berupa semburan tepung untuk bubarkan aksi massa. Tetapi gas air mata modern jauh lebih dahsyat. Bagaimana cara mengakalinya?

RIBUAN buruh pabrik berkumpul di pusat kota Paris. Masih mengenakan over all dan topi pet. Seragam kerja. Tidak ada catatan resmi, berapa jumlah massa ataupun tuntutan apa yang diteriakkan. Yang jelas peristiwanya terjadi pada bulan Mei 1909. Hanya saja, saat itu di daratan Eropa sedang dimulai periode kebangkitan industri. Tenaga manusia mulai diganti mesin-mesin modern. Semakin lama gerombolan manusia makin bertambah banyak jumlahnya. Imbauan polisi agar massa membubarkan diri tidak diindahkan malah disambut teriak cemoohan. Bahkan beberapa di antaranya mulai melakukan perusakan.

Agar tak makin meluas, seorang opsir polisi menebarkan tepung terigu ke arah kerumunan massa. Kontan saja konsentrasi para pengunjuk rasa pecah. Serentak mereka berhamburan menghindar dari serbuan tepung agar mata tak tambah sepet, kelilipan dan bersin-bersin. Masing-masing sibuk mencari air, dan udara segar. Tak hirau lagi mereka akan tuntutan yang awalnya diteriakkan penuh semangat.

Di kemudian hari, akal-akalan kepolisian Paris akhirnya bocor juga ke pihak pengunjuk rasa. Para pengunjuk rasa, umumnya didominasi kaum buruh yang notabene adalah orang yang sebenarnya akrab dengan ‘debu’, rupanya merasa malu hati. Masakan hanya karena pada tepung saja, mereka kocar-kacir. Maka pada aksi selanjutnya selain berbekal makanan dalam kantung mereka juga membawa handuk kecil dan sebotol air dingin.

Ketahuan rahasianya, polisi Paris mencari bahan pengganti lain yang sulit ditanggulangi. Mereka mulai melirik bahan kimia yang konon dapat menimbulkan efek yang lebih dahsyat dari sekadar tepung terigu. Tidak diketahui dengan pasti, zat kimia apa yang pertama kali digunakan. Hanya saja bahan tersebut cukup ampuh untuk membubarkan kerusuhan atau pertempuran kecil.

Dalam waktu singkat formula tersebut digunakan tidak kurang dari tiga puluh kali oleh pusat pengendali huru-hara kota. Dan kadang pada setiap kesatuan, gas air matanya telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menjadi jenis gas kebanggaan pasukan tersebut.

Pecahnya Perang Dunia I, sedikit banyak menyurutkan aksi kerusuhan massa. Demikian pula halnya dengan penggunaan gas air mata. Tetapi, selepas perang dan kondisi perekonomian membaik, kaum buruh pun aktif lagi. Termasuk juga kegiatan aksi demonstrasinya. Tentu saja penggunaan gas air mata pun dipakai lagi dan tetap diperlakukan sebagai sarana yang cukup ampuh untuk membubarkan massa. Rupanya, dalam perjalanan sejarahnya, perkembangan teknologi gas air mata jauh lebih pesat dibanding kualitas unjuk rasa kaum buruh. Maklum saja, keadaan perang telah memungkinkan diujicobakannya gas air mata tersebut. Maka, pada pertengahan tahun 20-an komponen utama gas air mata terbuat dari Chloroacetophenone yang disingkat menjadi CN.

Masa kejayaan CN tidak berlangsung lama. Pada tahun 1928 telah ditemukan formula lain yang dianggap jauh lebih dahsyat. Ortho-Chlorobenzylidene Malononitrile disingkat menjadi CS, seinisial dengan nama penemunya Corson dan Stoughton sangat populer di antara pusat pengendali huru-hara kota. Dan tahun 1959 penggunaan CN sepenuhnya diganti CS karena terbukti lebih potensial dan kandungan racunnya lebih sedikit.

Setelah diganti CS, penggunaan gas air mata dengan ketat diawasi pemerintah. Yang berhak menggunakan CS hanyalah kalangan militer dan satuan pengamanan resmi. Walaupun ide pertamanya berasal dari Prancis tetapi teknologi perkembangan gas air mata telah dikuasai sepenuhnya oleh Amerika Serikat. Karena dianggap terbukti ampuh membubarkan massa, Amerika pun memelopori pelatihan penggunaan gas air mata terhadap kalangan militer maupun sipil termasuk cara bertahan terhadap serangan gas air mata.
Bahkan pada Perang Vietnam, gas air mata tidak hanya digunakan untuk mebubarkan massa tetapi juga dimanfaatkan tentara Amerika untuk ‘mengejar buruan’ hingga ke lubang-lubang persembunyian tentara Viet Kong.

Gas air mata dikemas sedemikian rupa hingga dapat dilepaskan melalui media yang sederhana seperti alat semprot biasa hingga melalui senjata berat. Ada pula yang dikemas menyerupai granat lempar.
Bagi yang belum pernah mengalami serangan gas air mata (mudah mudahan tidak pernah), agak sulit mengenalinya. Karena gas itu tidak berwarna. Tetapi kemampuan iritasinya sangat luar biasa. Sesaat setelah dilepaskan ke udara yang paling pertama merasakan akibatnya adalah hidung dan mulut. Panas serasa membakar wajah, disertai pula dengan cucuran lendir, air liur, dan bersin-bersin.

Sejurus kemudian terasa sesak napas, batuk kering dan mata pedih layaknya disemprot serbuk lada. Pada waktu yang lebih lama, akan timbul rasa terbakar dan gatal pada kulit disertai sensasi geli berkepanjangan.
Lantas bagaimana langkah pertama menanggulangi akibat ‘serangan’ gas air mata? Segeralah mencari udara segar dan hindari berada di lingkungan yang terkena gas air mata lebih lama. Secepatnya pula Anda membasuh mata dan mengompresnya dengan air dingin. Lakukan hal yang sama pada kulit dan sebaiknya disabuni terlebih dahulu. Bila kondisi tubuh amat prima, sensasi pada mata dan kulit akan mereda sekitar 15 hingga 30 menit kemudian.

Walaupun gas air mata dianggap tidak berbahaya, namun, efek yang ditimbulkan masih terus berbekas untuk waktu yang cukup lama, terutama pada saluran pernapasan, pencernaan, dan sistem peredaran darah. Selain itu, efek susulan yang akan timbul berupa rasa mual, mulas, dan diare. Dalam jangka waktu panjang saluran pencernaan menjadi amat rentan dan lebih sensitif.

Zat kimia yang terhirup akan masuk ke dalam sistem pernapasan dan akan memacu sistem peredaran darah serta menaikkan tekanan darah. Secara otomatis perubahan itu akan diikuti dengan meningkatnya denyut jantung. Tidak ada terapi ampuh untuk menyembuhkan akibat yang ditimbulkan semprotan gas air mata. Cara paling jitu adalah menghindarinya. Jika Anda tahu akan terkena serangan gas air mata, sebaiknya Anda mempersiapkan diri sebaik-baiknya, agar akibat dahsyatnya paling tidak bisa dikurangi.
Seperti halnya kaum buruh di Paris, Anda sebaiknya senantiasa membawa bekal air dan handuk untuk menangkal serangan gas air mata. Anda juga dianjurkan mengenakan pakaian yang tertutup untuk mengurangi kemungkinan kulit bersentuhan secara langsung dengan butiran kristal gas air mata. Bila perlu Anda bisa memakai sarung tangan dan cadar, agar lebih aman lagi. Atau, Anda dapat pula mengenakan peralatan perlindungan ‘Teargas Mask’ yang didesain dengan penyaring udara sehingga Anda bisa bernapas lebih leluasa meski ada ‘serangan’ gas air mata.

sedangkan menurut wikipedia mengandung bahan kimia dari cabai dan bawang merah, berikut tulisannya dalam bahasa Inggris.

Tear gas

Tear gas, formally known as a lachrymatory agent or lachrymator (from the Latin lacrima, meaning “tear“), is a chemical weapon that causes severe eye, respiratory, and skin irritation, pain, vomiting, and even blindness. In the eye, it stimulates the nerves of the lacrimal gland to produce tears. Common lachrymators include pepper spray (OC gas), CS gas, CR gas, CN gas (phenacyl chloride), nonivamide, bromoacetone, xylyl bromide, syn-propanethial-S-oxide (from onions), and Mace (a branded mixture).

Lachrymatory agents are commonly used for riot control. Their use in warfare is prohibited by various international treaties. During World War I, increasingly toxic lachrymatory agents were used

Effects

Tear gas works by irritating mucous membranes in the eyes, nose, mouth and lungs, and causes crying, sneezing, coughing, difficulty breathing, pain in the eyes, and temporary blindness. With CS gas, symptoms of irritation typically appear after 20–60 seconds of exposure and commonly resolve within 30 minutes of leaving (or being removed from) the area. With pepper spray (also called “oleoresin capsicum”, capsaicinoid or OC gas), the onset of symptoms, including loss of motor control, is almost immediate. There can be considerable variation in tolerance and response, according to the National Research Council (US) Committee on Toxicology.

The California Poison Control System analyzed 3,671 reports of pepper spray injuries between 2002 and 2011. Severe symptoms requiring medical evaluation were found in 6.8% of people, with the most severe injuries to the eyes (54%), respiratory system (32%) and skin (18%). The most severe injuries occurred in law enforcement training, intentionally incapacitating people, and law enforcement (whether of individuals or crowd control).

Lachrymators are thought to act by attacking sulfhydryl functional groups in enzymes. One of the most probable protein targets is the TRPA1 ion channel that is expressed in sensory nerves (trigeminal nerve) of the eyes, nose, mouth and lungs.

Risks

As with all non-lethal, or less-than-lethal weapons, there is some risk of serious permanent injury or death when tear gas is used.This includes risks from being hit by tear gas cartridges, which include severe bruising, loss of eyesight, skull fracture, and even death.A case of serious vascular injury from tear gas shells has also been reported from Iran, with high rates of associated nerve injury (44%) and amputation (17%), as well as instances of head injuries in young people.

While the medical consequences of the gases themselves are typically limited to minor skin inflammation, delayed complications are also possible: people with pre-existing respiratory conditions such as asthma, who are particularly at risk, are likely to need medical attention and may sometimes require hospitalization or even ventilation support. Skin exposure to CS may cause chemical burns or induce allergic contact dermatitis.When people are hit at close range or are severely exposed, eye injuries involving scarring of the cornea can lead to a permanent loss in visual acuity.

Use

Warfare

Use of tear gas in warfare (as with all other chemical weapons) is prohibited by various international treaties that most states have signed. Police and private self-defense use is not banned in the same manner. Armed forces can legally use tear gas for drills (practicing with gas masks) and for riot control. First used in 1914, xylyl bromide was a popular tearing agent since it was easily prepared.

The US Chemical Warfare Service developed tear gas grenades for use in riot control in 1919.

Riot control

Certain lachrymatory agents are often used by police to force compliance, most notably tear gas.In some countries (e.g.,  Finland, Australia, and the United States), another common substance is mace. The self-defense weapon form of mace is based on pepper spray, and comes in small spray cans, and versions including CS are manufactured for police use.Xylyl bromide, CN and CS are the oldest of these agents, and CS is the most widely used. CN has the most recorded toxicity.

Typical manufacturer warnings on tear gas cartridges state “Danger: Do not fire directly at person(s). Severe injury or death may result.” Such warnings are not necessarily respected, and in some countries, disrespecting these warnings is routine. In the 2013 protests in Turkey, there were hundreds of injuries among protesters targeted with tear gas projectiles. In the Israeli-occupied territories, Israeli soldiers have been routinely documented by Israeli human rights group in firing direct tear gas canisters at activists, some of which resulted in fatalities.

However, tear gas guns do not have a manual setting to adjust the range of fire. The only way to adjust the projectile’s range is to aim towards the ground at the correct angle. Incorrect aim will send the capsules away from the targets, causing risk for non-targets instead.For example, this occurred during the 2013 protests in Brazil and 2014 Hong Kong Protests.

Counter-measures

A variety of protective equipment may be used, including gas masks and respirators. In riot control situations, protesters sometimes use equipment (aside from simple rags or clothing over the mouth) such as swimming goggles and adapted water bottles.

Treatment

There is no specific antidote to common tear gases. Getting clear of gas and into fresh air is the first line of action. Removing contaminated clothing and avoiding shared use of contaminated towels could help reduce skin reactions. Immediate removal of contact lenses has also been recommended.

Once a person has been exposed, there are a variety of methods to remove as much chemical possible and relieve symptoms. The standard first aid for burning solutions in the eye is irrigation (spraying or flushing out) with water. However, there are reports that water may increase pain from CS gas. Some evidence suggests that Diphoterine solution, a first aid product for chemical splashes, may help with ocular burns or chemicals in the eye.

Activists in the United States, the Czech Republic, Venezuela and Turkey have reported using antacid solutions such as Maalox diluted with water for tear gas attacks. There have also been reports of these antacids being helpful for tear gas, and for capsaicin-induced skin pain. Vegetable oil and vinegar have also been reported as helping relieve burning caused by pepper spray.

Home remedies

Vinegar, petroleum jelly, milk and lemon juice solutions have also been used by activists. It is unclear how effective these remedies are. In particular, vinegar itself can burn the eyes and prolonged inhalation can also irritate the airways.